Judul Buku :
Filsafat Ilmu
Penulis
: Dr. Cecep Sumarna
Penerbit
: CV. Mulia Press, Bandung
Tahun Terbit : 2008
Tebal Buku :
271 halaman
RIWAYAT SINGKAT PENGARANG
Doktor di bidang Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan
Islam ini, lahir di Cikuya Tasikmalaya, pada Oktober 1971. Kampung ini berjarak
tiga kilometer dari Kantor Kecamatan Cikatomas dan 39 kilometer dari Kantor
Kabupaten Tasikmalaya.
Tumbuh dari kultur santri kampung yang telah banyak
melahirkan intelektual. Ibunya bernama Siti Mardiyah dan ayahnya bernama Muslih
Suryana. Tokoh Masyumi yang hidupnya dihabiskan untuk mengelola Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang ia dirikan bersama saudara tuanya. Uang
hasil gajinya banyak dihabiskan untuk mengelola madrasah ketimbang nabung untuk
naik haji.
Sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, penulis
belajar di lingkungan agama. Selesai dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah
Tsanawiyah, penulis melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri di Ciamis.
Tahun 1991, Kuliah Fakultas Tarbiyah IAIN ”SGD” di Cirebon lulus tahun 1995.
Atas usaha gurunya, Drs. H. Yusuf Saefullah M., M.Ag, sempat beberapa bulan
mengabdi di almamaternya sebagai seorang asisten. Beberapa bulan kemudian,
memperoleh beasiswa dari Ditbinperta Islam Departemen Agama RI untuk mengikuti Post
Graduate Program di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh pada konsentrasi Islamic
studies dan lulus pada tahun 1998. Tesis dengan judul : Orientasi
Gerakan Cendekiawan Muslim Indonesia : Studi analisis terhadap peran anggota
ICMI dalam birokrasi menghantarkannya menjadi seorang Magister.
Menyelesaikan program Doktor di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus pada
bulan April 2007 dengan predikat cumlaude.
Penulis juga Santri Pondok Pesantren Miftahul Jannah
sejak kelas empat SD sampai kelas tiga SLTP dan santri al Hasan Ciamis, 1988
sampai tahun 1991. Penulis tercatat sebagai peserta program Jurnalistik di
LPBKI Kota Cirebon pada tahun 1993-199. Melalui pendidikan ini, sempat menjadi
penulis lepas di Pikiran Rakyat Edisi Cirebon dan reforter bidang
politik dan sosial keagamaan di Cibes FM Kabupaten Cirebon, sebuah Radio yang
didirikan bersama rekan-rekan sesama peserta program. Selain itu, sempat
tercatat sebagai peserta Kursus Akting Film program dua tahun di lembaga
yang sama. Di program ini sempat belajar satu semester. Tetapi karena kondisi
ekonomi tidak memungkinkan, program ini tidak dapat diselesaikan dan kembali
konsen ke kampus utama.
Di tahun 1998, bersama rekan-rekan satu kantor, penulis
tercatat sebagai salah seorang peserta program workshop for lecturers di
Sawangan Bogor dengan funding The Asian Foundation atas usaha
teman-teman di International Centre for Civic Eduacation (ICCE)
UIN Jakarta. Melalui kursus ini dengan berbagai seleksi di Jogjakarta dan
Jakarta , penulis sempat tercatat sebagai fasilitator bagi dosen PTAIS
Kopertais Jakarta, Jabar dan Banten dalam mata kuliah Civic Education.
Selain aktif dalam dunia
akademik, penulis adalah aktivis organisasi massa dan LSM. Di kampus, sewaktu
menjadi mahasiswa, penulis adalah aktivis Senat Mahasiswa, selain aktif sebagai
pengurusHMI Cabang Cirebon, pengurus dan pendiri FSS 55 Cirebon, pengurus Wira
Karya Indonesia DPD Kota Cirebon, Wakil Direktur LPSM Nurjati , KAHMI kota
Cirebon dan anggota KAHMI Jawa Barat, Kahmi Nasional dan Dewan Fakar ICMI Jawa
Barat.
Bersama rekan sekantor dan mahasiswa dari berbagai elemen
Kampus wilayah III Cirebon, di tahun 2003, penulis mendirikan lembaga kajian
strategis,yakni : Center for Philosophy and Social
Problem Studies dan menempatkan dirinya sebagai Direkturnya. Peneliti juga
mendirikan Training and Reseach Institut (2005) dan pendiri center
for Education and Publict Studies (2005). Pernah menjadi editor ahli dalam
Jurnal al Tarbiyah (2002-2006) setelah sebelumnya menjadi Redaktur Pelaksana
(2000-2002) Jurnal Penelitian Holistik yang didirikan bersama Prof.Dr.Muhaimin,
MA.
Penulis anggota senat STAIN Cirebon periode 2006-2010 setelah
sebelumnya sempat menjadi Ketua Program Studi:Tadris Ilmu Pengetahuan
Sosial-Ekonomi Koperasi (2002-2006). Sebelumnya penulis juga dipercaya sebagai
Sekretaris Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (P3M) STAIN
Cirebon (1999-2002). Diluar kampus utama, penulis diminta untuk menjadi
Pembantu Ketua III Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol
Cirebon , periode 2006-2010. Di sela kesibukan kantor dan pengajar di kampus
ini, penulis tercatat sebagai dosen luar biasa di beberapa kampus wilayah
Cirebon.
KATA PENGANTAR
Buku yang berjudul “Filsafat Ilmu” ini adalah suatu tulisan tentang filsafat
yang disebut sebagai induknya ilmu, dimana filsafat telah banyak berjasa dalam
proses kemajuanilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau
ilmuan jugadisebut sebagai filsuf, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya
sudah termaktub dalam kriteria berfikir filsafat.
Penulisan dalam buku ini memuat tentang suatu prinsip
yang disebut sebagai cara berpikir filsafat. Ketika kita berfilsafat berarti
kita sedang berfikir, dan tidak berarti berfikir dapat disebut berfilsafat.
Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat, diantaranya, pertama, radikal
yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua, sistemik, yaitu berpikir secara
logis, bergerak selangkah demi selangkah penuh kesadaran, berurutan dan penuh
rasa tanggung jawab ; ketiga, universal (berpikir secara menyeluruh,
tidak terbatas pada bagian – bagian tertentu).
Jadi, filsafat adalah sesuatu yang berharga dan bermanfaat
dalam perkembangan umat manusia, terlebih dalam dunia pengetahuan dan ilmu.
Dalam pengembangan, pengujian atau pembuatan ilmu pun filsafat punya wadah
khusus yang tugas dan fungsinya di bidang tersebut, yaitu filsafat ilmu.
Dihadapkan pada nilai guna dan manfaatnya, maka di dalam
buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat ilmu yang layak untuk
terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk diantaranya para akademisi dan
ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan filsafat ilmu ini
ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari ilmu sebelumnya.
Di samping itu, buku ini juga mengajak kita untuk lebih
mengenal tentang filsafat ilmu yang mengajarkan kepada kita untuk terus
mempertanyakan dimensi why, sehingga menuntut kita masuk kedalam logika
orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam logika kita. Yang terpenting dalam
filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak untuk menelusuri dan
membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus betul-betul bermakna
buat kita dan keberlangsungan umat manusia.
ISI BUKU
MENGAPA FILSAFAT ILMU
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat ilmu, maka
penulisan dalam buku ini diawali dengan pertanyaan mengapa filsafat ilmu ?
Tentu saja dari maksud diawali dengan pertanyaan tersebut, bahwa penulis
berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik guna mengenal dan mendalami
filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan pandangan terhadap
filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat.
Pada bab ini diulas pula tentang lahirnya filsafat ilmu,
dimana filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi
lainnya, juga dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya juga dapat
berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan . ”Sombongnya”, filsafat
sering disebut sebagai induk ilmu (mother of science) dan sekaligus
menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat diselesaikan
oleh ilmu.
Kenapa demikian ? Sebab filsafat dapat merangsang
lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi
dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga
menunjukkan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu pun yang lepas dari
filsafat atau serendahnya tidak tidak terkait dengan persoalan filsafat.
Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin
filsafat yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud disebut
filsafat pengetahuan, yang berkembang dalam cabang baru yang disebut sebagai
filsafat ilmu.
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Pada bab ini, Dr. Cecep Sumarna, sang penulis buku,
menjelaskan tentang sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai dari cara berpikir
manusia yang berbau mistik. Yunani Kuno memiliki peranan penting dalam
melakukan proses perubahan paradigm berpikir manusia dari sesuatu berbau mistik
ke dunia ilmu, dunia logika, dunia factual, dunia terukur. Para
filosof besar Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, mampu
membalikkan mitos atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung kuat dan
luasnya aspek mitos di kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos
dapat menjadi perintis filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan
percobaan untuk mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,
Mite (kata besar dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam
semesta dan kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite mampu
memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam
semesta. Jawaban yang diberikan mite atas pertanyaan dasar tentang asal
usul alam semesta ini, secara teoretik kemudian disebut dengan kosmogonis.
Ketika sudah menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi murni mistik Tetapi
sedikit banyak sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan lahirlah
ilmu pengetahuan.
Di samping berbicara tentang sejarah ilmu pengetahuan
yang cakupannya di wilayah Yunani Kuno, Cecep Sumarna selaku penulis buku ini,
juga memiliki asumsi bahwa dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan
Yunani Kuno.
MENGENAL FILSAFAT
Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk lebih mengenal
filsafat dengan memahami filsafat itu sendiri. Dijelaskan dalam bab ini bahwa
filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos,
terstruktur dari kata philos dan Sophia atau philos dan shopos.
Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos berarti
kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah.
Dalam arti yang agak umum, filsafat dapat digunakan untuk
menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai
kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat.
Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita? Darimana kita berasal ? Mengapa
kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan pergi dan berlalu ? Apa yang
dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan ? Dan apakah yang dimaksud dengan
kebaikan dan kejahatan ?
Namun demikian, dalam bab ini juga diungkapkan bahwa
filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam arti
ini, kata filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab
tertentu dalam filsafat. Misalnya, filsafat dirangkaikan dengan salah
seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.
Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan
bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud
membangun suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala
sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.
Selanjutnya, penulis menjelaskan juga tentang ciri
berpikir filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal, sistemik,
universal dan spekulatif. Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke
akar persoalan. Sistemik adalah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi
selangkah, penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Universal
artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu,
tetapi mencakup keseluruhan aspek, yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan
metafisik. Terakhir, spekulatif, karena seorang filosof memiliki cara berpikir
yang spekulatif, maka seorang filosof terus melakukan ujicoba dan memberikan
pertanyaan terhadap kebenaran yang dianutnya.
METAFISIKA
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu ini, menjelaskan
pula tentang metafisika. Dalam filsafat ilmu, metafisika perlu dibahas,
karena memiliki nilai guna sebagai bahan studi atau pemikiran tentang sifat
tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan
yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika,
manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup.
Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu
dapat diibaratkan seperti hubungan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan
meski gampang dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika
lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika.
Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu (ilmuwan) yang kering makna metafisika
akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri. Tentu ini subjektif,
tetapi kelihatannya sangat sulit ditolak.
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian di bab ini adalah aspek-aspek yang
mendasari lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin telah memperlihatkan
perkembangan yang ada atau mungkin muncul di tengah kehidupan manusia.
Cecep Sumarna, sang penulis, memberikan penekanan tentang
pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas : 1) Adanya
perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis tentang apa yang
menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini ternyata berkonsekwensi pada
perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing komunitas masyarakat dalam
memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dilihat dari sejarah, lahirnya sumber ilmu pengetahuan seperti
terlihat dalam corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, namun sebenarnya
berakar dari tradisi dialektis filosof Yunani pada abad kelima dan keempat
sebelum masehi.
Perlu diketahui pula, ada cara lain yang juga dapat
disebut sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu. Kelompok yang
menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber pengetahuan adalah
mereka yang masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di laut dzat atau
benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera manusiawi.
Intuisi dapat juga dianggap dapat menjadi sumber
pengetahuan karena melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara
langsung tidak melalui proses penalaran tertentu. Melalui intuisi, menurut
Cecep Sumarna, manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari permasalahan
yang dihadapinya.
PENALARAN : SARANA BERPIKIR ILMIAH
Pada bab ini, Cecep Sumarna mencoba mengenalkan kepada pembacanya tentang
penalaran yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Seseorang telah melakukan
pentalaran dengan benar, dan karena tidak disebut telah memiliki ciri berpikir
nalar, apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan analytic.
Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu
atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur
logika, dapat menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah
kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir tertentu
baru termasuk ke dalam suatu penalaran yang benar, apabila ia menggunakan
penalaran yang logis dan analitik.
Dengan demikian, pada intinya yang diungkapkan oleh Cecep
Sumarna pada bab ini adalah bahwa sarana berpikir ilmiah berlandaskan pada
logika. Dengan kata lain, logika adalah cara penalaran dalam menarik
kesimpulan, untuk memperoleh cara berpikir yang lebih shahih.
Dalam praktisnya, serendahnya terdapat dua cara penarikan
kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah : induktif dan
deduktif. Logika induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan
rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di
lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan kesimpulan ini memiliki
implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan akan terurai melalui
berbagai penjelasan di bab berikut buku ini.
METODE BERPIKIR ILMIAH
Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan.
Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah,
tetapi apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan dan
metode ilmiah. Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan,
baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui
kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja ilmiah dimaksud disebut metode
ilmiah.
Dengan menggunakan metode berpikir ilmiah, manusia terus
menerus mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya manusia terus memperoleh
kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh sang penulis buku ini
dikatakan hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia dan itu semua dilakukan
melalui metode berpikir tertentu yang disebut dengan metode berpikir ilmiah.
Manusia memiliki sifat ketergantungan yang luar biasa terhadap pengetahuan. Sifat
ingin tahu yang melekat pada diri manusia, telah mendorong manusia untuk
mengungkapkan pengetahuan, meski dengan berbagai cara dan pendekatan yang
digunakan.
Yang perlu kita ketahui dalam hal ini, bahwa secara
historis, ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan, yaitu : 1) Berpegang
pada suatu yang telah ada (metode keteguhan); 2) Merujuk kepada
pendapat ahli (metode otoritas); 3) Berpegang pada
intuisi (metode intuisi), dan ; 4) menggunakan metode ilmiah.
MENYUSUN PROPOSAL PENELITIAN
Kegiatan ilmiah, biasanya dilakukan melalui penelitian.
Sebuah penelitian biasanya diawali dari penyusunan proposal atau rencana
penelitian. Sehingga di dalam buku ini, sang penulis, Cecep Sumarna,
mengemukakan tentang beberapa langkah yang harus ditempuh peneliti dalam
merumuskan proposal penelitian. Langkah-langkah dimaksud adalah : latar
belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
menyusun kerangka teoritis, metode penelitian, menyusun laporan penelitian, dan
menyusun kesimpulan. Selain susunan di atas, dalam penelitian juga dilengkapi
oleh abstrak, daftar pustaka dan riwayat hidup peneliti.
ETIKA
Etika adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam teori nilai. Kata
teori nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan nilai itu,
tampaknya merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal dan
teori) dan aksios (nilai atau suatu yang berharga).
Para ahli filsafat sering menyebut teori nilai sama
dengan aksiologi. Seperti diketahui bahwa aksiologi merupakan
bagian dari tiga cabang besar filsafat ilmu, yakni : ontology, epistemology
dan aksiologi. Aksiologi sering disebut sebagai ilmu yang melakukan
penyelidikan mengenai kodrat, criteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai disebut aksiologi, karena cabang filsafat
ini menyelidiki hakikat nilai ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Louis
O. Kattsoff menyebutkan beberapa cabang pengetahuan yang terkait dengan
masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan terhadap nilai. Nilai dimaksud
seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama dan epistemology kebenaran.
Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab
betapapun tingginya capaian fisik yang dihasilkan dari basis keilmuan di atas,
ia tetap akan kehilangan nilai substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir
system bangunannya.
Sehingga di dalam bab ini, Cecep Sumarna sang penulis
buku ini, berupaya menonjolkan semangat pada bab ini yang akan menguraikan
tentang nilai dalam ilmu. Bagaimana nilai harus diterapkan ketika berhadapan
dengan wilayah keilmuan? Apakah nilai dapat disusun dalam rumusan tunggal
sehingga diakui bahwa nilai itu mengandung makna universalnya atau tidak ? Lalu
bagaiman ilmuwan dan kita semua bersikap ketika fakta menunjukkan bahwa
penilaian terhadap nilai itu subjektif? Sebatas mana pula subjektivitas itu
ditoleransi? Inilah urgensi terpenting dari kajian bab ini.
ESTETIKA
Di dalam bab estetika ini, penulis buku mengawali tulisannya dengan suatu
ungkapan yang cukup membuat orang penasaran untuk lebih memahami bab ini, yaitu
: menarik tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk memiliki, memiliki
tidak untuk mencintai, memiliki tidak untuk menikmati, bahkan menikmati tak
berarti harus mencintai dan memiliki.
Bab ini juga diawali dengan contoh-contoh penilaian
estetika dari kaum adam terhadap kaum hawa yang di dalam penilaian tersebut
tidak terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun, yang perlu kita perhatikan
dalam estetika adalah bahwa estetika merupakan bagian dari tritunggal,
yakni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika)
dan keindahan itu sendiri (estetika). Estetika misalnya berbicara
mengenai hakikat keindahan. Selain itu, estetika juga berbicara tentang teori
mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan.
Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang
meliputi : 1) Penyelidikan mengenai yang indah; 2) Penyelidikan mengenai
prinsip-prinsip yang mendasari seni; dan 3) Pengalaman yang
bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan
terhadap seni.
BAHASA & NOTASI ILMIAH
Di lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi nakhoda perjalanan. Kalimat ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang
pada hakekatnya penulis buku ini ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam
komunikasi. Setiap komunikasi, pasti menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana
berpikir. Bahasa berguna untuk menjadi alat komunikasi dalam menyampaikan jalan
pikiran dirinya kepada orang lain. Melalui bahasa, manusia tidak mungkin berpikir
secara sistematis.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi sekaligus simbolisasi dari
realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.
Bahasa dapat mendorong manusia melakukan proses transformasi.
Melalui bahasa, manusia dapat melakukan proses berpikir dengan cara menarik
realitas factual ke dalam dunia ide, meski objek-objek faktual dimaksud tidak
lagi factual-empiris dan telah berada di luar jangkauan dirinya. Melalui bahasa
manusia dapat melakukan komunikasi apa saja dari satu subjek kepada objek lain.
Bahasa itu sendiri kadang tertuang dalam bentuk tulisan.
Sehingga penulis buku ini, Cecep Sumarna, berupaya memberikan penekanan
terhadap tulisan yang memiliki peranan yang cukup kuat dalam mempengaruhi
pikiran manusia. Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan adanya notasi ilmiah. Ia
berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip kejujuran ilmiah. Prinsip
dasarnya, setiap pemikiran tidak pernah berdiri sendiri, sebagai sesuatu yang benar-benar
baru. Setiap pengetahuan selalu dan pasti merupakan tumpukan dan lanjutan
dari satu item kepada item lain.
Ada tiga bentuk sistem notasi ilmiah. Ketiga bentuk
dimaksud adalah : Pertama, harus teridentifikasi dari siapa penulis
melakukan rujukan. Kedua, media atau alat komunikasi yang
dijadikan oleh mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga harus jelas
lembaga yang menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan pikirannya disadur.
Masuk dalam ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan halaman berapa mereka
menulis.
Dalam bentuknya, notasi ilmiah dibagi ke dalam tiga
bentuk. Ketiga bentuk dimaksud adalah : 1) Catatan kaki (foot note);
2) In Note (catatan di dalam tulisan), dan 3) End Note
(diletakkan di akhir tulisan).
PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna ini, pada hakekatnya
ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak turunannya (teknologi)
yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini dituangkan dalam tulisan
ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia akan sangat tergantung
pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir oleh berbagai ahli
sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir masyarakat. Perubahan
paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini misalnya, bukan
hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi komoditi yang dapat
diperjual belikan dengan berbagai kepentingan.
Dihadapkan pada kondisi tersebut di atas, maka penulis
buku filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau mampu mencermati dan
mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang
sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang, dan ini menurut saya
cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat
pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi
dengan manusia.
Harus diakui bahwa perhatian terhadap hal ini telah
melahirkan banyak aliran dalam filsafat dengan segala persamaan dan
perbedaannya, dan itu semua melahirkan filsafat ilmu yang dibahas secara
terperinci dalam buku ini oleh sang penulis Cecep Sumarna.
Tulisan ini merupakan obsesi Cecep Sumarna untuk
memajukan pola pikir bangsa ini serta mengembangkan, menguji dan membuat ilmu
dalam satu wadah khusus yaitu filsafat ilmu.
Namun, sebagai cendekiawan muslim, Cecep Sumarna dalam
mengembangkan tulisannya tentang filsafat ilmu masih berkiblat kepada
filosof-filosof Yunani. Walau demikian, terdapat upaya Cecep Sumarna untuk
mengimbangi kelemahannya ini dengan menampilkan beberapa filosof muslim, dan di
dalam buku ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai penyelamat
ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat semangat Cecep
Sumarna untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan pengetahuan, namun pengembangannya
masih terbatas karena di dalam tulisannya masih terungkap pandangan dan
pemikiran para filosof Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Socrates dan
lain-lain.
Walau demikian, perlu diakui, bahwa pemikiran-pemikiran
yang diangkat oleh Dr. Cecep Sumarna ini merupakan buah karya anak muda yang
produktif untuk membantu khazanah kita untuk memikirkan atau ikut serta
berpikir tentang masalah filsafat ilmu yang memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia sehingga ilmunya dapat memberikan manfaat yang positif bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. (aagun/29042009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar